#featuredContent{float:left;width:407px;margin-right:10px;display:inline} #featured-slider{position:relative;overflow:hidden;width:407px;height:245px} #featured-slider .sliderPostInfo{position:absolute;bottom:2px;width:407px;min-height:30px;height:auto!important;background:url(http://4.bp.blogspot.com/-bp2HK6MdDXg/T5aB6vI5GPI/AAAAAAAAF98/gwCsmb8Fcks/s1600/transparant.png)} #featured-slider .sliderPostInfo p{color:#fff;font-size:1.1em;padding:0 5px} #featured-slider .sliderPostInfo h2{color:#FFF;font:bold 14px Tahoma;text-transform:none;padding:0 5px} #featured-slider .contentdiv{visibility:hidden;position:absolute;left:0;top:0;z-index:1} #paginate-featured-slider{display:block;background-color:#f0f0f0;margin-bottom:0;padding:0 0 5px} #paginate-featured-slider ul{width:415px;padding-bottom:0;list-style:none} #paginate-featured-slider ul li{display:inline;width:75px;float:left;margin-left:0;margin-right:8px;margin-bottom:3px} #paginate-featured-slider img{padding-top:5px;background:#f0f0f0} #paginate-featured-slider a img{border-top:4px solid #f0f0f0} #paginate-featured-slider a:hover img,#paginate-featured-slider a.selected img{border-top:4px solid #357798}

Halaman

Cari Blog Ini

Selasa, 30 November 2010

Sudahkah Anda Merasakan Manfaat Shalat?




(Oleh: Ustadz Mochamad Taufiq Badri)

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Sebuah ibadah mulia yang mempunyai peran penting bagi keislaman seseorang. Sehingga Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengibaratkan shalat seperti pondasi dalam sebuah bangunan.

Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

hadist

Islam dibangun di atas lima hal:
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak disembah dengan benar kecuali Allâh
dan Nabi Muhammad adalah utusan Allâh,
menegakkan shalat….
(HR Bukhâri dan Muslim)


Oleh karena itu, ketika muadzin mengumandangkan adzan, kaum muslimin berbondong-bondong mendatangi rumah-rumah Allâh Ta'ala, mengambil air wudhu, kemudian berbaris rapi di belakang imam shalat mereka. Mulailah kaum muslimin tenggelam dalam dialog dengan Allâh Ta'ala dan begitu khusyu’ menikmati shalat sampai imam mengucapkan salam. Dan setelah usai, masing-masing kembali pada aktifitasnya.

Timbul pertanyaan, apakah masing-masing kaum muslimin sama dalam menikmati shalat ini? Apakah juga mendapatkan hasil yang sama? Perlu kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan kebenaran amalan tersebut. Dan pernahkah kita bertanya, “Apakah manfaat dari shalatku?” atau “Sudahkah aku merasakan manfaat shalat?”

Imam Hasan al-Bashri rahimahullâh pernah mengatakan:

“Wahai, anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat”.[1]

Dari nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini, marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?



1. Shalat adalah simbol ketenangan.

Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa.

Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan shalat. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullâh dalam Sunan-nya:

Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullâh pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya, ”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat,” Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, ’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!’.”[2]

Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalat-shalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari?

Suatu ketika seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Musayib rahimahullâh mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: “Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi ‘Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu,” tetapi ia menjawab: “Lalu apa gunanya aku shalat ‘Isya` dan Subuh?”[3]

Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan shalat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, shalat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati yang ikhlas mereka menunaikan shalat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.



2. Shalat adalah cahaya.

Ambillah cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa. Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allâh Rabul ‘alamin.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullâh, dari sahabat Abu Mâlik al-’Asy’ari radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: (dan shalat itu adalah cahaya).

Oleh karena itu, marilah menengok diri kita, sudahkah cahaya ini menerangi kehidupan kita? Dan sungguh sangat mudah jika kita ingin mengetahui apakah shalat telah mendatangkan cahaya bagi kita? Yakni dapat lihat, apakah shalat membawa ketaatan kepada Allâh dan menjauhkan kita dari bermaksiat kepada-Nya? Jika sudah, berarti shalat itu telah menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Inilah cahaya awal yang dirasakan manusia di dunia. Dan kelak di akhirat, ia akan menjadi cahaya yang sangat dibutuhkan, yang menyelamatkannya dari berbagai kegelapan sampai mengantarkannya kepada surga Allâh Ta'ala .



3. Shalat sebagai obat dari kelalaian.

Lalai adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka alami di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya, dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allâh akan menjadi obat paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya. Allâh Ta'ala berfirman:

(Qs. al-A’raf/7:205)

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang,
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.
(Qs. al-A’ra/7:205)


Berkata Imam Mujahid rahimahullâh:

“Waktu pagi adalah shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat ‘Ashar”.

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

hadist

Barang siapa yang menjaga shalat-shalat wajib,
maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]



4. Shalat sebagai solusi problematika hidup.

Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali dengan shalat. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam sabdanya mengucapkan:

hadist

Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud,
maka perbanyaklah doa.
(HR Muslim)[5]


Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik shalat kita. Jangan pula terburu-buru dalam shalat kita, seakan tidak ada manfaat padanya. Shalat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allâh Ta'ala.

Dalam kisah Nabi Yunus 'alaihissalam, Allâh Ta'ala menceritakan:

(Qs. ash-Shafât/37:143-144)

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orangorang yang banyak mengingat Allâh,
niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.
(Qs. ash-Shafât/37:143-144)


Sahabat Ibnu ‘Abbas rahimahullâh menafsirkan “banyak mengingat Allâh”, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan shalat.[6]

Sahabat Hudzaifah radhiyallâhu'anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :

hadist

Dahulu, jika Nabi n tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan shalat.
(HR Abu Dawud)[7]



5. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Sebagaimana telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan Allâh Ta'ala :

(Qs. al-Ankabût/29:45)

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur‘an)
dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).
Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Qs. al-Ankabût/29:45)


Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu'anhu mengatakan:

“Dalam shalat terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allâh”.[8]



6. Shalat menghapuskan dosa.

Selain mendatangkan pahala bagi pelakunya, shalat juga menjadi penghapus dosa, membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya.

Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

hadist

“Apa pendapat kalian,
jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir);
dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya?”
Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”.
Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Demikianlah shalat lima waktu,
Allâh Ta'ala menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”.
(HR Bukhâri dan Muslim)


Inilah sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui maupun yang tersimpan di sisi Allâh Ta'ala. Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela Allâh dalam firman-Nya:

(Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.
(Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)


Semoga Allâh Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambanya yang menegakkan shalat, dan memetik buahnya dari shalat yang kita kerjakan.



(Majalah As-sunnah Edisi 05/Tahun XII)

Minggu, 28 November 2010

Ikhwan GANTENG, Partner Sejati Akhwat?



Oleh : Ayat Al Akrash


Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.

Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71)

Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang notabene adalah partner da’wah dari akhwat.

Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.

Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri? Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.

Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!

Ikhwan GANTENG
Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.

(G) Gesit dalam da’wah
Da’wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.

(A) Atensi pada jundi
Perhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?” Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.

(N) No reason, demi menolong
Kerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk. “Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.

(T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.

Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana? Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi senewen.

(E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.

Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi akhwatnya.”

(N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk “menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.

(G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?” tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar seorang akhwat dengan kecewa.

Penutup
Fenomena ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja da’wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da’wah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berda’wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS. An-Nisa':34).

Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin. []

PS : Ayo kita budidayakan (memangnya ternak???) ikhwan GANTENG ini. Dan pada pembahasan selanjutnya, dapat dikupas tentang akhwat CANTIK. Nah, untuk ini, biarkan ikhwan yang menulis ^ _ ^

------
hudzaifah.org

Mengkonsumsi Pil Anti Haid

dari :(Fatawa: Majalah As-Sunnah Edisi 05 Tahun XIII)


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullâh ditanya :

Sebagian wanita sengaja mengkonsumsi pil anti haid pada bulan Ramadhan, agar bisa puasa penuh sehingga tidak perlu mengqadha’ pada waktu yang lain. Apakah ini boleh dilakukan ? Apakah ada persyaratan yang bisa dilakukan oleh kaum wanita ?

Beliau menjawab:

Menurut saya, dalam masalah seperti ini sebaiknya seorang wanita tidak melakukannya dan membiarkan dirinya sebagaimana yang telah ditakdirkan oleh Allâh Ta'ala dan menjalani apa yang telah tetapkan buat kaum Hawa. Allâh Ta'ala menakdirkan kejadian bulanan ini pasti untuk suatu hikmah. Dan hikmah ini sesuai dengan tabi’at kaum wanita. Jika ini kemudian dihalangi, maka tidak diragukan lagi akan menimbulkan reaksi negatif bagi tubuh, padahal Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wassallam bersabda :

“Tidak boleh memudharatkan diri dan tidak boleh memudharatkan orang lain.”[1]

Ini tanpa memandang bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pil-pil ini bagi rahim, sebagaimana dijelaskan oleh para dokter. Jadi menurut saya, sebaiknya kaum wanita tidak menggunakan pil-pil ini. Dan alhamdulillâh atas takdir dan hikmah-Nya, jika tiba masa haid bagi kaum wanita yang berpuasa, maka dia tidak boleh puasa dan shalat. Kalau sudah selesai, baru memulai puasa dan shalat. Kalau bulan Ramadhan sudah usai, maka dia bisa mengqadha’ puasa yang terlewatkan.

(al-Fatâwâs Syar’iyyah Fil Masâilil ‘Ashriyyah Min Fatâwa Ulama Baladil Harâm, Hal. 279-280)

[1]
Ibnu Mâjah dalam Al-Ahkâm, no. 2341 dan dalam Al-Arbaîn, Imam Nawawi rahimahullâh mengatakan: “Hadits ini memiliki beberapa jalur periwayatan yang saling menguatkan.”

Haram Bagi Muslimah Menikah Dengan Lelaki Kafir[*]

Allâh Ta'ala berfirman :

t

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu,
dan orang-orang yang patut (kawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
(QS an-Nur/24 : 32)



Makna inkah, yaitu tazwij (menikahkan). Jadi وَأَنْكِحُوا maknanya nikahkanlah mereka. Kata الْأَياَمَى bentuk jamak dari ayyim, yang berarti siapa saja yang tidak mempunyai pasangan (hidup), dari kalangan lelaki atau wanita, baik sebelumnya pernah menikah, atau sama sekali belum pernah menikah.

Jika engkau telah memahami ini, maka ketahuilah bahwa firman Allâh Ta'ala dalam ayat ini "wa ankihul ayâma" mencakup laki-laki dan perempuan. Sedangkan firman-Nya مِنكُمْ (dari kalian), maksudnya adalah dari kalangan kaum Muslimin. Sehingga dapat dipahami dari dalil khithab atau mafhum mukhalafah dalam firman-Nya, bahwa al-ayâma (siapa saja yang tidak mempunyai pasangan) dari selain kalian, selain kaum Muslimin, yaitu kaum kuffar tidak (diperlakukan) demikian.

Hasil pemahaman yang berasal dari ayat ini, telah ditegaskan dalam ayat-ayat lainnya. Misalnya firman Allâh Ta'ala :

QS al-Baqarah/2 : 221

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman.
(QS al- Baqarah/2 : 221)


dan firman Allâh Ta'ala :

QS al-Baqarah/2 : 221

Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min)
sebelum mereka beriman.
(QS al- Baqarah/2 : 221)


dan juga firman Allâh Ta'ala :

QS al-Mumtahanah/60:10

maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman,
maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.
Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu
dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka.
(QS al-Mumtahanah/60 ayat 10)

Berdasarkan nash-nash al-Qur`an ini (yang menekankan dan menjelaskan kandungan makna dalam ayat di atas), maka engkau menjadi mengerti; secara mutlak tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, dan tidak boleh menikahkan seorang laki-laki muslim dengan wanita kafir. Hanya saja, keumuman ini dibatasi dengan ayat dalam surat al-Maidah yang secara khusus menerangkan, bahwa laki-laki muslim boleh menikahi wanita Ahli Kitab yang muhshanah (menjaga kehormatannya), yaitu dalam firman-Nya :

(QS. Al Maidah/5:5)

"Makanan (sembelihan) orangorang yang diberikan al Kitab itu halal bagimu,
dan makanan kamu halal pula bagi mereka.
(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi al Kitab sebelum kamu".
(QS. Al Maidah/5:5)

Firman Allâh Ta'ala yang menambahkan ('athaf) bagi kaum Muslimin perkara-perkara yang halal berupa "(dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu", sudah jelas menunjukkan bolehnya seorang muslim menikahi wanita kitabiyah yang menjaga dirinya. Sudah tentu, wanita (kitabiyah) merdeka yang 'afifah (menjaga kehormatan dirinya dari perbuatan keji).

Kesimpulannya, pernikahan kaum kuffar dengan muslimin terlarang dalam segala bentuknya. Kecuali satu bentuk saja, yaitu pernikahan seorang lelaki muslim dengan wanita kitabiyah yang menjaga dirinya. Dalil-dalil yang menerangkannya berasal dari al-Qur`an, seperti yang telah dijelaskan.
Sumber : Adhwa-ul Bayan fi Idhahil Qur`ani bil Qur`an (6/216), Maktabah Ibnu Taimiyah, Kairo, Th. 1415 H-1995 M.)

[*]

Oleh: Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi
di ambil dari (Baituna: Edisi 09/Tahun X)

Sabtu, 27 November 2010

istri yang baik

Dilaporkan dalam Musnad Imam Ahmad, dari Sa’ad bin Abi Waqqas Radliallahu Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Tiga sebab kebahagiaan anak Adam dan tiga hal penyebab penderitaan. Penyebab kebahagiaan anak Adam adalah : (1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus dan (3) Kendaraan yang bagus. Hal yang menyebabkan menderita : Istri yang jelek, rumah yang buruk dan kendaraan yang buruk."

Dilaporkan juga dalam Shahih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Empat hal yang menyebabkan kebahagiaan: (1) Istri yang baik, (2) Rumah yang bagus, (3) Tetangga yang baik, dan (4) Kendaraan yang bagus. Empat hal yang menyebabkan menderita: Istri yang buruk, tetangga yang buruk, kendaraan yang jelek dan rumah yang sempit/kecil."

Sangat penting dan perlu atas seorang laki-laki untuk melihat seorang wanita yang bisa menjadi istri yang baik dan ibu yang baik bagi anak-anaknya (di masa depan). Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Dunia (hidup di dunia ini) adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangan di dunia ini adalah istri yang baik (sholehah)." (Shahih Muslim, Kitab 14, Bab 17, Hadits No. 1467)

Saat ini sangat sulit untuk menemukan istri yang baik karena dia merupakan harta benda yang jarang ditemukan. Diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas Radliallahu Anhu, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam ditanya oleh Umar bin al-Khattab Radliallahu Anhu:

"Akan aku informasikan kepadamu harta benda yang terbaik yang bisa seseorang dapatkan, yaitu istri yang baik (shalehah). Ketika dia (suaminya) melihatnya dia akan membuatnya senang dan ketika dia diperintah maka akan patuh dan ketika dia ditinggal (jauh dari suami) maka akan menjaga dirinya."

Hadits ini merupakan pernyataan yang jelas bahwa istri yang baik adalah orang (1) yang membuat senang dan bahagia hati suami ketika suaminya melihatnya, (2) mematuhi suaminya ketika dia memerintah mengerjakan sesuatu, dan (3) melindungi kehormatannya, rahasianya, keluarga (anak-anak) dan hartanya ketika suami tidak ada di sisinya.

Diriwayatkan dalam Shohih al-Jaami’ bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Hati yang bersyukur, lisan yang mengingat Allah dan istri yang baik (zaujah shalihah) yang akan menolong kamu dalam urusan hidupmu dan agamamu, inilah harta benda terbaik yang dapat dimiliki manusia."

Sangat penting bagi seorang wanita-orang yang akan menjadi istrimu dan membantu kamu menegakkan dien (agama) memiliki sifat-sifat dan kualitas tersebut sebelum kamu mempertimbangkan/memutuskan untuk menikahinya.

Allah meminta kita untuk menikah dengan orang yang baik, shalehah dan bertaqwa:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS An-Nur: 32)

Dalam ayat lain, Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat wanita jannah (surga):

"Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (QS An-Nisaa’: 34)

Shalihat artinya mereka adalah wanita yang baik agamanya. Qaanitaat artinya mereka patuh terhadap suaminya. Dan Haafizaat lil-Ghaib artinya mereka menjaga harta, kekayaan, anak-anak suaminya dan seterusnya tatkala suaminya pergi.

Dilaporkan dalam Mu’jam ath-Thabraani al-Kabiir dan Shahih al-Jaami’, dari Abdullah bin Salaam Radliallahu Anhu bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Wanita yang terbaik adalah wanita yang menyenangkan kamu tatkala kamu melihatnya, mematuhimu ketika kamu memerintahnya, menjaga dirinya sendiri (kesuciannya) dan harta kamu dalam ketiadaan kamu."

Wanita yang patuh (taat) kepada Allah, Rasul-Nya dan suaminya maka tidak diragukan lagi dia layak mendapatkan jannah. Dilaporkan dalam Musnad al-Imaam Ahmad bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :

"Jika seorang wanita menegakkan sholat 5 waktunya, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kesuciannya dan mematuhi suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di hari pengadilan), masuklah ke dalam surga dari pintu yang kamu sukai."

Oleh karena itu, sifat-sifat dari wanita yang baik yang telah disebutkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan Rosul-Nya adalah:

* Shaalihat, mereka melaksanakan dien dan memiliki dien/agama yang baik

* Qaanitaat (mutii’aat), patuh kepada suaminya sepanjang dia tidak memerintahkan untuk tidak patuh kepada Allah.

* Menjaga diri mereka tatkala suaminya tidak ada

* Menjaga harta, kekayaan dan anak-anak suami

* Membahagiakan hati suami (yaitu dengan aktif untuk menyayangi dan bersosialisasi dengannya)

Dilaporkan bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda :

"Wanita (pada umumnya) dinikahi karena 4 hal : karena hartanya, karena statusnya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang baik agamanya, maka tanganmu akan dipenuhi dengan pasir-pasir (kebaikan)." (Shahih Muslim, Hadist No. 1466)

Taribat Yadaak (maka tanganmu akan dipenuhi dengan pasir) artinya bahwa jika seseorang memilih seorang wanita yang memiliki kebaikan dien dalam pernikahan mereka maka tangan mereka akan dipenuhi kebaikan dan mereka menjaga diri mereka dari sesuatu yang tidak menyenangkan hidup.

Jika seorang wanita memiliki agama yang baik, maka dia akan membawa ketenangan di rumahnya dan akan menyebabkan kebahagiaan pada suaminya. Dia akan menjadi lahan yaitu melahirkan anak-anak yang baik dan mereka akan mewarisi sifat-sifatnya dan karakter-karakternya. Bagaimanapun, jika dia menyimpang maka anak-anaknya akan mewarisi karakternya yang buruk dan personalitasnya, pernikahan akan mengalami petaka kegagalan, adapun suami akan gagal memenuhi apa yang diperintahkan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yaitu untuk memilih wanita yang baik.

Wanita yang baik akan selalu menyesuaikan apa yang dia katakan dengan lakukan, dia adalah penjaga harta suaminya, rahasianya, kehormatan dan reputasinya. Reputasinya sebagai seorang wanita yang baik akan membawa kehormatan kepada keluarga.

Tidak diragukan, kecantikan, karakternya, personalitas, ketaqwaan dan agamanya melebihi kecantikan wajah dan fisiknya yang nampak. Hal tersebut akan tinggal selamanya. Adapun kalau kecantikan wajah maka akan berubah (yaitu kerena faktor usia) hanya dalam ukuran tahun.

Untuk wanita yang buruk akhlaqnya, kalau dia tua maka dia akan mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia masih muda dan merasa seperti wanita-wanita yang berumur belasan tahun. Dia tidak akan punya waktu untuk membaca Al-Qur’an, mengurus anak-anak atau bahkan suaminya. Sebaliknya dia akan berada di depan kaca, menggunakan make-up, dan mencoba menyembunyikan keriput dan noda-noda di wajahnya.

Wanita yang baik, akan selalu ingat akan tanggung jawab terhadap suaminya dan kewajibannya kepada Allah. Dia akan selalu mengingatkannya untuk sholat, mendorongnya untuk berdakwah dan mendukung jihad serta mengerjakan kewajiban-kewajibannya tanpa diminta. Jika suaminya baik maka suaminya akan memenuhi kebutuhannya dan memperhatikannya, dia tidak akan pernah melirik wanita lain karena istrinya tertambat di dalam hatinya.

Abdullah bin Rawaahah Radliallahu Anhu memiliki seorang budak hitam. Dia pernah memukulnya dan kemudian dia merasa bersalah karena telah melakukannya. Dia kemudian pergi menemui Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam dan mengatakan kepadanya apa yang terjadi. Nabi bertanya kepada Abdullah tentang gambaran karakternya. Abdullah menginformasikan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bahwa dia (budak wanitanya) berpuasa, sholat dan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bertanya lagi, "Berarti dia adalah seorang yang beriman." Abdullah Radliallahu Anhu berkata, "Saya akan pergi untuk membebaskannya dan menikahinya."

Ada beberapa orang yang mulai mencela Abdullah karena menikahi seorang budak wanita, karena mereka masih sering melirik orang-orang kafir untuk mereka nikahi. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala kemudian menurunkan ayat :

"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu." (QS. Al-Baqarah, 2:221)

Dilaporkan juga bahwa ayat ini diturunkan berkaitan dengan wanita berkulit hitam yang berada di bawah kekuasaan Hudaifah bin al-Yaman Radliallahu Anhu. Hudaifah berkata kepada Khansaa’, budak wanitanya : "Wahai Khansaa’, Allah telah berfirman tentang kamu. Oleh karena itu, saya akan membebaskanmu, kemudian menikahimu."

Dalam ayat ini subyek utamanya adalah agama yang baik. Kecantikan tubuh atau wajah bersifat subyektif tiap orang. Beberapa orang menyukai wanita dengan hidung yang mancung, yang lainnya menyukai wanita dengan hidung yang pendek. Beberapa orang juga menyukai wanita yang bermata lebar, adapun yang lain lebih tertarik pada wanita yang bermata sipit. Beberapa laki-laki menyukai wanita yang besar, yang lainnya menyukai yang langsing. Beberapa diantaranya menyukai wanita yang pendek, yang lainnya suka yang tinggi. Jadi kecantikan itu tergantung mata yang melihat. Apakah keumuman setiap laki-laki menyukai wanita yang baik agamanya, personalitas dan karakternya? Atau lebih menyukai wanita yang cantik di luar sana akan tetapi dia suka menyumpah, berteriak-teriak dan memiliki karakter yang buruk?

Dilaporkan dalam Shohih Bukhori bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Tiga orang yang akan mendapatkan pahala ganda yaitu:

(1) Seseorang dari golongan ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani) yang beriman kepada nabinya (Isa atau Musa) kemudian beriman kepada Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam (yaitu masuk Islam).

(2) Seorang budak yang memenuhi kewajibannya kepada Allah dan juga kepada majikannya.

(3) Seorang majikan (pemilik budak) yang memiliki budak wanita kemudian mengajarinya jalan yang terbaik (dien/agama), membebaskannya kemudian menikahinya. Bagi dirinya (orang majikan tersebut) akan mendapatkan 2 pahala."

(Kitab Ilmu, Bab 31, Hadist No. 97).

Pasangan yang terbaik dalam hidup ini adalah wanita yang beriman (muslim) dengan kebaikan agamanya maka ia akan dapat menolong suaminya untuk menempuh kehidupan yang sesuai dengan Islam.

Istri yang baik adalah seperti Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu Anhu, istri Nabi Salallahu Alaihi Wasallam, wanita yang mengimaninya ketika orang-orang mengkufurinya; mempercayainya ketika orang-orang tidak mempercayainya; menerima apa yang beliau katakan ketika orang-orang mengingkarinya; melindunginya ketika beliau membutuhkannya; menolongnya ketika orang-orang mencoba untuk mencelakakannya. Khadijah mendampinginya dalam kehidupan yang susah maupun senang.

Wanita yang baik adalah seperti Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, wanita yang sangat bangga akan agamanya. Dia mengirimkan anak laki-lakinya ke jalan surga dengan syahid, dan dia mendorongnya untuk berdiri teguh di depan Thaghut sampai mati dengan kematian yang mulia.

Istri yang baik adalah seperti Shafiyyah binti Abdil Muthalib Radhiyallahu Anhu, wanita yang sibuk ke medan perang untuk memerangi Yahudi yang ingin menyerang kehormatan orang-orang yang beriman.

Istri yang baik adalah seperti Sahaabiyyah Khansaa' Radhiyallahu Anhu, wanita yang mengirim semua anak laki-lakinya yang berjumlah 4 untuk pergi berjihad. Ketika datang berita bahwa keempat anak laki-lakinya syahid, dia berkata: "Terima kasih ya Allah karena telah menjadikan mereka semua syahid dan aku berdo’a agar aku dapat bertemu dengan mereka di hari pengadilan nanti!"

Istri yang baik adalah Waluud yang artinya dia ingin memiliki anak. Dia bukanlah seseorang yang mengatakan, "Aku ingin menjaga penampilanku dan tidak ingin memiliki anak." Istri yang baik adalah orang yang ingin memiliki banyak anak.

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Menikahlah dan perbanyaklah anak-anakmu, sesungguhnya aku akan membanggakan kamu di hari pengadilan nanti." (Shahih al-Jaami’, Hadist No. 3366)

Jadi tujuan dari pernikahan bukan hanya untuk memperoleh kenikmatan akan tetapi juga untuk meneruskan ras manusia.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS Al-Kahfi: 46)

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala juga berfirman:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS Ali Imran: 14)

Ada banyak hal yang diingini oleh manusia-manusia: wanita, anak-anak, emas, perak (harta), kuda dan seterusnya; akan tetapi apa yang Allah berikan kepada kita di akhirat adalah jauh lebih baik.

Dalam Surat Maryam dikatakan bahwa Zakariyyah Alaihi Salam memohon kepada Allah:

"Ia berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (QS Maryam: 4-6)

Jadi alasan menikah adalah memiliki anak. Inilah kenapa sangat penting bagi wanita untuk memahami hal ini sebelum dia menikah, yaitu dia diharapkan untuk memiliki anak, bukan untuk menyelesaikan pendidikannya atau belajar mengendarai mobil.

Jika dia tidak tahu bagaimana cara untuk memasak, bersih-bersih, mencuci atau menjahit, tidak juga ingin memiliki anak, lantas untuk apa dia sebagai seorang istri?

Wanita yang baik adalah yang lembut, bijaksana dan lemah lembut. Jika suaminya berbicara kepadanya, dia tidak membantah atau berteriak kembali kepadanya. Sekiranya dia seorang istri, dia bukanlah pegulat atau petinju.

Mukmin yang baik, suami yang baik dan istri yang baik akan meminta dan memohon kepada Allah agar dianugerahi anak yang sholeh:

"Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS Al-Furqaan: 74)

Bahkan malaikat-malaikat beristighfar dan memohonkan ampun kepada Allah untuk manusia, istrinya dan anak-anaknya serta menjadikan mereka bahagia:

"Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Mu’min: 8)

Kenikmatan dunia adalah istri dan anak. Jika seorang wanita tidak bisa melahirkan anak disebabkan dia sakit maka ini bukanlah kekuasaan-Nya. Akan tetapi jika dia sangat menginginkan untuk memiliki anak maka dia adalah wanita yang baik agamanya. Dia tidak harus cantik (sesuai dengan pandangan beberapa orang), akan tetapi dia dapat menawan hati suaminya dengan karakternya dan personalitasnya. Daripada menggunakan kecantikannya akan tetapi di setiap waktu dia berbicara dengan suara seperti George Bush atau Khaddafi.

Dilaporkan dalam Sunan Abu Dawud bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan berkata kepadanya, "Aku mencintai seorang wanita yang baik nama (statusnya) yaitu cantik, akan tetapi tidak bisa punya anak. Apakah anda menyarankan aku untuk menikah dengannya?" Nabi Salallahu Alaihi Wasallam berkata, "Jangan." Laki-laki tadi datang kembali 2 kali akan tetapi setiap kesempatan Nabi Salallahu Alaihi Wasallam menjawabnya, "Jangan." Setelah waktu yang ketiga kalinya Nabi Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Nikahilah wanita yang waduud (patuh, takut kepada suami) dan waluud (bisa punya anak). Aku akan membanggakan kamu (di hari pengadilan nanti)." (Sunan Abu Dawud, Kitabun Nikaah, Hadist No. 2050)

Wanita yang waluud yaitu bisa punya anak dan memiliki kesehatan yang bagus. Biasanya jika ibunya atau bibinya punya anak banyak maka dia akan mampu memiliki anak juga.

Wanita yang waduud adalah wanita yang bijaksana dan baik terhadap suaminya. Dia tersenyum kepadanya, berbicara dengan bijak dan ingin suaminya menjadi bahaga. Dia akan tersenyum dengan cinta dan kasih sayang.

Dilaporkan dalam hadits shahih al-Bukhori bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Di antara semua wanita-wanita yang menunggang onta (yaitu wanita-wanita Arab); wanita dari Bani Quraisy adalah yang terbaik. Mereka penyayang dan baik hati terhadap anak-anak mereka dan penjaga terbaik atas kekayaan suami mereka." (Al-Bukhari, Kitab 60, Bab 46, Hadist No. 3434)

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam menggambarkan mereka sebagai yang terbaik karena mereka lemah lembut dan baik hati terhadap anak-anak mereka dan secara otomatis akan disayang dan diridhai suami mereka.

Wanita yang baik adalah penjaga dan pelindung harta kekayaan dan rahasia-rahasia suami mereka. Apa yang suaminya katakan terhadapnya secara pribadi, dia tidak seharusnya mempublikasikan atau mengatakan kepada temannnya.

Mudah untuk mendapatkan suami yang baik saat ini, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan istri yang baik.

Istri yang baik akan mengikuti pendapat (hukum) dari suaminya, bukan dengan pendapatnya sendiri. Dia tidak akan mengatakan kepadanya, "Kamu dapat merayakan I’ed hari ini, akan tetapi aku akan merayakannya besok."

Seorang suami tidak akan pernah hidup dalam ketenangan jika menikah dengan wanita yang agamanya sesat, seorang Habashi, Deobandi atau Tahriiri. Inilah kenapa begitu penting bagi dirinya untuk menikahi seorang wanita yang mengikuti pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (mengikuti nabi dan sahabat-sahabatnya).

Keduanya idealnya memiliki agama yang sama dan aqidah (keyakinan) yang sama. Jika seorang istri mengimani bahwa Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, sementara suaminya mengimani bahwa Allah ada dimana-mana, maka akan selalu terjadi perselisihan pendapat dan debat argumen, adapun pernikahannya tidak akan bisa melakukan kerjasama diantara keduanya.

Agama yang baik bukan hanya shalat atau berpuasa. Jika seorang laki-laki memiliki agama yang baik, dia akan mengimani bahwa Yahudi dan Nasrani adalah kafir, dan jika wanita memiliki agama yang buruk maka dia akan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman.

Lebih lanjut, wanita tersebut akan mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negara sekuler, dimana pikiran-pikiran mereka akan diracuni dengan pemikiran kufur.

Jika seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita Barelwi atau pelaku bid’ah maka istrinya akan mengajarkan anak-anaknya untuk menyembah kuburan dan meminta bantuan dari orang yang sudah meninggal dunia.

Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS Ar-Ruum: 21)

Bagaimana mungkin akan ada ketenangan dalam pernikahan jika istrinya menekan suaminya untuk membelikannya baju-baru baru, sepatu berhak tinggi, tas dan barang-barang perhiasan setiap hari? Setiap hari dia butuh waktu berjam-jam untuk bermake-up (berhias) dan jika suaminya mengomentarinya mengenai satu hal maka dia akan membuat hidup suaminya sedih. Itu bukanlah sifat seorang istri yang seharusnya.

Wanita butuh untuk meraih cinta dari suaminya dan menginginkan untuk dapat meraih surga melaui taat pada suaminya. Dia akan memasak untuknya, membersihkan baju-bajunya, menyetrika pakaian-pakaiannya dan menyiapkan makanan. Dia bukanlah seorang budak atau pembantu, akan tetapi ini adalah peran normal dari seorang istri.

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

"Aku akan informasikan kepadamu tentang wanita ahli surga! (mereka adalah) waduud (penuh kasih sayang dan sayang kepada suami mereka), waluud (subur) dan bermanfaat. Jika dia berpamitan kepadamu maka dia akan mengatakan, “Disini tanganku yang ada dalam tanganmu. Saya tidak bisa tidur hingga kamu senang." (Shohih al-Jaami’)

Hadits ini menggambarkan seorang wanita jannah (surga) yang digambarkan sebagai seorang yang tidak akan beranjak tidur (setelah berpamitan kepada suaminya) hingga dia memegang tangannya dan berkata, "Saya akan beranjak tidur hingga kamu ridha terhadapku." Atau hingga dia dimaafkan. Di manakah macam wanita jenis ini sekarang ini? Sekarang, jika suami berpamitan kepada istrinya maka istrinya akan mengatakan kepadanya pergilah ke neraka dan membuat suaminya tidur dalam kebun.

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam menyarankan para pengikut-pengikutnya untuk menikah dengan wanita yang perawan. Konsep ini memberi tekanan bagi seorang wanita agar mempertimbangkan dengan benar masalah perceraian karena dia akan mengetahui bahwa akan sulit baginya untuk menikah lagi.

Inilah salah satu cara bahwa Islam melindungi keluarga; seorang istri tidak bisa lari hanya karena dia tidak memiliki televisi (sebagai contoh) karena dia tahu bahwa perceraian adalah sebuah pantangan dalam pernikahan.

Saat ini jika seorang suami mencoba menasehati dispilin kepada istrinya maka istrinya akan berteriak kepadanya atau berpikir bahwa suaminya mencoba untuk mengontrolnya.

Lebih lanjut jika dia (suaminya) berpamitan kepada istrinya maka dia tidak akan menemaninya karena dia pergi untuk melihat TV dan melihat laki-laki lain yang dia sukai.

Pada masa lalu, seorang ibu menasehati anak perempuannya, "Jadilah sebagai pembantu/hambanya, maka dia akan menjadi hambamu. Jadilah lahannya, dan dia akan menjadi akarmu."

Saya berdoa kepada Allah semoga pelajaran ini dapat memberi pencerahan atas kriteria untuk memilih patner yang baik. Selalu perhatikanlah kebaikan agamanya karena orang yang mengetahui hukum syari’ah maka diapun juga akan mengetahui mana yang halal dan yang haram.

Wallahu’alam bis showab!

http://www.almuhajirun.com

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...



Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/1591/istri-yang-baik#ixzz16RhCeJr9

Senin, 22 November 2010


DETEKSI DINI TERHADAP ANAK-ANAK BERBAKAT


Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.

Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:

* Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
* Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidang bahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
* Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
* Kemampuan memimpin yang menonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
* Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.

Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.



Tanda-tanda Umum Anak Berbakat
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.

Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.

Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.

Kamis, 18 November 2010



Tips Hadapi Istri marah/berkeluh kesah dsb….


Dalam ceramahnya di Baitussalaam, Dr Amir Faishol Fath sempat memberikan tips bagaimana menyikapi istri yg sedang marah/berkeluh kesah/ngomel dsb. Diceritakan pada jaman Khalifah Umar ada seorang sahabat si Fulan yang selalu mendapati istrinya sering marah/ngomel dsb. Si Fulan tersebut bermaksud mengadukan masalahnya kepada Umar. Sesampainya Ia di sekitar rumah umar, dia dengar istri umar sedang ngomel, lalu ia balik kembali, dalam hatinya, untuk apa ia menceritakan istrinya yang sedang ngomel kepada umar jikalau istri umar pun juga ngomel :D . Beberapa Langkah meninggalkan rumah Umar, Ia dipanggil Umar yang ternyata sudah melihat kedatangannya. lalu ia ditanya kenapa ia terlihat urung bertamu ke rumahnya. Setelah Si fulan menceritakan tentang istrinya …maka umarpun menasihatinya agar selalu sabar.


Sengomel-ngomelnya istri, ia adalah orang (wanita) yang paling baik di dunia ini (selain ibu kita). Ia telah menjaga anak kita … 9 bulan mengandung, menyusui, membesarkan..tapi..apakah ia mendapatkan penyematan nama dirinya di belakang nama anaknya?? tidak..nama setelah bin/binti pasti milik ayahnya. Oleh karena itu bila istri ngomel/marah/berkeluh kesah..bukalah hati anda wahai para suami selebar dan seluar langit ..karena kepada siapa lagi istri kita berkeluh kesah ..cuma sama kita …. sungguh hal ini membuka cakrawala saya pribadi mengenai istri saya . . . rasa sayang ini pun semakin tumbuh …. I love You My Wife karena Allah.

Taufik of BuitenZorg

Sabtu, 13 November 2010

Lowongan CPNS jateng – Jawa Tengah Tahun 2010

Lowongan CPNS jateng – Jawa Tengah Tahun 2010



Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah pada formasi tahun 2010 menyelenggarakan Pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) secara on line sistem.

On line sistem dalam pendaftaran CPNSD dikandung maksud untuk memberikan kemudahan dan kecepatan akses informasi mengenai pengadaan CPNSD. Dengan pendaftaran on line sistem, calon peserta seleksi pengadaan CPNSD dapat mendaftarkan diri pada formasi yang dibutuhkan/lowong melalui internet baik dari rumah, warnet, kantor dan sebagainya, sehingga calon peserta seleksi pengadaan CPNSD mendapatkan kemudahan dalam melihat formasi yang dibutuhkan/lowong.

Dengan demikian, diharapkan proses pengadaan CPNSD tahun 2010 ini dapat berlangsung secara transparan dan akuntabel, netral, obyektif dan adil yang didukung dengan sistem informasi yang canggih dan menjamin akurasinya. Juga perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat luas, bahwa jangan percaya kepada pihak-pihak tertentu yang menjanjikan kelulusan dengan imbalan sejumlah uang tertentu.

Selamat mengikuti seleksi CPNSD tahun 2010, semoga sukses.

PENGADAAN CPNSD FORMASI TAHUN 2010
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Klik link berikut untuk mendownloadnya…. :D
1 Kabupaten Semarang 17 Kabupaten Wonosobo
2 Kabupaten Kendal 18 Kabupaten Purworejo
3 Kabupaten Grobogan 19 Kabupaten Kebumen
4 Kabupaten Pekalongan 20 Kabupaten Klaten
5 Kabupaten Batang 21 Kabupaten Boyolali
6 Kabupaten Tegal 22 Kabupaten Sragen
7 Kabupaten Brebes 23 Kabupaten Sukoharjo
8 Kabupaten Pati 24 Kabupaten Karanganyar
9 Kabupaten Kudus 25 Kabupaten Wonogiri
10 Kabupaten Jepara 26 Kota Semarang
11 Kabupaten Blora 27 Kota Salatiga
12 Kabupaten Banyumas 28 Kota Pekalongan
13 Kabupaten Cilacap 29 Kota Tegal
14 Kabupaten Banjarnegara 30 Kota Magelang
15 Kabupaten Magelang 31 Kota Surakarta
16 Kabupaten Temanggung 32 Provinsi Jawa Tengah
info klik : http://f1d3ly4.wordpress.com/2010/11/13/lowongan-cpns-jateng-jawa-tengah-tahun-2010/

Cara Menundukkan Pandangan




tunduk

Di Daerah saya ini masih banyak sekali wanita yang tidak menutup aurat (memakai tudung), lalu apakah saya sebagai lelaki berdosa jika setiap kali keluar dari rumah, secara sengaja atau tidak sengaja melihat aurat wanita, sedangkan tidak mungkin saya berjalan dengan terus-menerus menundukkan kepala saya, lalu bagaimana solusinya?

Jawapan:

Bukan hanya di daerah anda bahkan di mana saja kita dapat lihat para wanita pada umumnya tidak mengenakan pakaian yang menutup aurat. Sebaliknya, orang yang memakai tudung (pakaian yang menutup aurat) jumlahnya lebih sedikit dibanding yang tidak menutup aurat. Kalaupun menutup aurat, masih juga telanjang. Karena itu di manapun kita berada akan bertemu dengan pemandangan seperti ini.

Dalam kaca mata syari’ah memang masalah pandangan adalah masalah yang sangat penting. Rasulullah menyebutkan hadis qudsi yang menerangkan bahwa padangan itu seperti panah beracun

النظرة سهم مسموم من سهام إبليس من تركها من مخافتي أبدلته إيمانا يجد حلاوته في قلبه

Pandangan itu adalah panah beracun di antara panah iblis, siapa yang meninggalkannya karena takut kepadaKu maka akan Aku gantikan dengan keimanan, yang ia dapatkan manisnya di dalam hatinya (HR ath-Thabrani dan al-Hakim)

Tepat sekali Rasulullah membuat ibarat. Orang yang terkena panah beracun, kalaupun panahnya sudah dicabut, racun panah yang masuk ke dalam tubuh akan tetap bekerja. Demikian juga pandangan mata, kalaupun objek yang dilihat sudah tidak nampak di mata, namun pengaruh pandangan itu akan tetap mempengaruhi orang yang memandangnya. Di antara pengaruh pandangan itu adalah, malamnya terbayang-bayang, makan terasa tidak enak, dan muncul rasa ingin bertemu dan seterusnya.

Di dalam pepatah arab kuno dikatakan, ”Semua peristiwa, asalnya karena pandangan. Kebanyakan orang masuk neraka adalah karena dosa kecil. Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam, kemudian berbicara, lalu berjanji, dan sesudah itu bertemu….

Menghadapi situasi yang seperti ini solusinya adalah menundukkan pandangan, sebagaimana firman Alah.

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.’ yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (An-Nuur:30).

Istilah menundukkan pandangan ini tidak sama dengan menundukkan kepala ke tanah. Menundukkan pandangan juga bukan berarti memejamkan mata. Menundukkan pandangan ialah menjaga dan mengendalikan pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali.

Dengan pengertian demikian, dalam masalah menundukkan padangan ini, tidak ada kata tidak mampu melakukannya terus menerus. Ketika kita tidak mampu menundukkan pandangan terus menerus bererti kita tidak mampu mengendalikan pandangan kita. Bererti juga kita tidak sanggup menahan hawa nafsu kita

Untuk lebih memahami makna menundukkan pandangan ini mari kita semak pesan Nabi kepada Ali bin Abi Thalib;

يَا عَلِىُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ

”Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh”. (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).

Hadis ini menunjukkan bahwa pandangan sekejap, atau penglihatan terhadap hal-hal yang haram sesaat yang pertama adalah pandangan yang diampuni. Kewajiban kita untuk tidak memfokuskan pandangan kepada hal yang diharamkan itu. Ketika pandangan mata kita tertumbuk pada suatu objek yang haram, kewajiban kita adalah menyingkirkan pandangan kita (menundukkan mata) ke objek yang lain. Jika kita tidak mahu mengalihkannya, maka pandangan tersebut dinilai sebagai bentuk zina mata sebagaimana sabda Rasulullah

الْعينانِ زِنَاهُما النَّظَرُ

”Dua mata itu mampu berzina, dan zinanya ialah melihat.” (HR Al-Bukhari)

Meskipun di dalam hadis di atas rasulullah menyatakan pandangan pertama itu adalah hakmu, perbanyaklah taubat dan istighfar, karena pandangan yang tidak sengaja itu.

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Sesungguhnya Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang Kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (An-Nisa’:17)

http://www.assalaam.or.id/

Rahsia Nikmatnya Hidup

sujud-syukur-1

Bila hidup ini tidak halangan, tentu tidak menarik. Terlebih dahulu di-cast dengan ilmu, lalu kita amalkan dalam kehidupan, seperti bertarung dalam kehidupan nyata ini. Tapi kita harus benar-benar dapat mengukur diri kita. Misalnya, ketika terjadi pertemuan dengan kalangan tertentu, yang membuat keimanan kita turun, bererti pertemuan itu tidak bagus untuk kita. Bererti iman kita belum cukup untuk dapat menangkis pengaruh negatif dari kelompok itu. Maka untuk sementara waktu kita perlu berhijrah dari lingkungan tersebut, dalam rangka menguatkan diri. Sehingga pada waktunya, kita sudah sedia untuk terjun ke dalam kehidupan sebenar, namun kita sudah berbekal dengan kemampuan yang lebih baik. Kita harus mendakwahi mereka, ketika kita sudah yakin dengan kekuatan diri kita. Di-cast dapat juga dengan cara berkumpul dengan orang-orang soleh. Diamnya saja akan berpengaruh terhadap keyakinan kita.

Yang paling membuat hidup kita tidak selesa adalah kebingungan, ragu-ragu, dan keraguan, kerana setiap yang meragukan membuat hidup kita tidak jelas. Dalam menjalani hidup ini, apabila belum mengenal peta hidup dengan jelas, maka menyebabkan hidup menjadi gamang, ragu, dan sangat meletihkan.

Dalam menjalani hiduup ini, harus jelas hala tujunya dan bagaimana dalam melangkahnya, siapa Tuhan kita, siapa kita, apa yang bahaya, dan apa yang menyelamatkan, akan ke mana kita, dan sebagainya. Kalau sudah semuanya jelas, maka akan mantap dan tidak akan bingung dalam menjalani hidup.

Manusia diciptakan dan diurus oleh Allah SWT. Tugas kita di dunia ini adalah menjadi hamba Allah. Mematuhi apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah. Perkara rezeki adalah mutlak dalam genggaman Allah. Kalau kita patuh kepada Allah dan yakin dengan kekuasaan Allah, Sang Pemberi rejeki pasti akan menjamin segala keperluan rezekinya.

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. QS At-Thalaq : 2-3

Kita bekerja bukan hanya untuk mencari wang, tapi merupakan amal soleh dalam menjemput rezeki atau nafkah kita. Yang dicari keberkahan dan redha Allah SWT. Orang yang mencari redha Allah tidak akan ragu kepada Allah SWT sebagai pemberi rezeki, pasti kita akan bertemu dengan rezeki kita, sehingga tidak akan mahu berbuat haram. Kalau seseorang tidak mencari redha Allah, maka ia akan menghalalkan berbagai cara.

Dengan demikian, berbeza antara orang yang bekerja hanya untuk mencari wang, dengan orang yang bekerja untuk mencari redha-Nya. Orang yang mencari redha Allah, sama sekali tiada keraguan, yakin pasti bertemu dengan rezekinya. Selama sesuai dengan perintah Allah, tidak perlu menghiba-hiba kepada manusia, kerana manusia tidak dapat memberikan apa pun, tanpa izin Pemilik Semesta Alam.

sujud-syukur-2

Kita bergaul dengan manusia, bukan untuk menuhankan, dan memelas kepada manusia. Kita bergaul dengan manusia kerana Allah menyuruh kita bergaul dengan manusia dengan baik. Kita berbuat baik bukan untuk dihargai. Orang menghargai, dan mengakui kebaikan kita atau tidak, bukan urusan kita. Urusan kita adalah bergaul dengan manusia dengan baik sesuai perintah-Nya. Tidak boeh takut kepada manusia. Diri kita milik Allah, tak akan jatuh sehelai rambut pun tanpa izin pemilik-Nya. Tidak akan pernah mati, kecuali Allah yang mematikan.

Manusia bukan pemberi rezeki, manusia hanya makhluk sebagai jalan dari ketentuan Allah. Tugas kita jelas, menjemput rezeki kita dengan cara yang halal. Semua anak-anak kita ada rezekinya. Tugas orang tua membawa anaknya mengenal siapa penciptanya, Lukmanul Hakim menjadi contoh bagaimana seorang hamba Allah, yang tidak bertuhankan selain Allah. Beliau mendidik anak untuk mengenal-Nya, dengan itu akan berjumpa dengan rezekinya yang berkah. Dan akan berjumpa dengan rezeki dan takdir terbaik dalam kehidupannya. Setelah kita mati, warisan terbesar kita kepada anak-anak kita adalah keyakinan dan istiqamah taat kepada Allah.

Dunia ini hanya tempat persinggahan. Semua kita akan tinggalkan. Dunia tidak ada apa-apa. Dunia bukan untuk memperbudak kita, tapi dunia diciptakan untuk menjadi pelayan kita. Harta, pangkat, gelaran, tidak ada apa-apa erti. Orang-orang zalim dan ingkar diberi oleh Allah dunia ini. Kemuliaan bukan dengan pencapaian duniawi, tanda kemuliaan bukan dengan berharta atau berpangkat, melainkan dengan takwa.

Takwa itu tandanya hatinya yakin, patuh kepada Allah, lahir batin. Redha dengan semua takdir yang telah ditetapkan Allah. Allah tidak pernah zalim dalam menentukan takdir kita. Jelas hidup ini hanya singgah sebentar di dunia dan dunia tidak dibawa ke alam kubur.

Siti hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim yang merupakan perintah Allah, ia lantas mengikutinya. Lalu tatkala memerlukan air untuk diri dan anaknya, beliau pun berlari-lari mencari air ke bukit shafa dan marwah. Namun air tidak muncul di bukit tersebut melainkan di sekitar ka’bah yang berjarak seratus meteran dari sana.
Maka tugas kita dalam hal ini adalah untuk menyempurnakan ikhtiar, bukan menentukan hasil. Jangan pernah risau dengan janji Allah. Sesungguhnya yang berbahaya bagi diri kita adalah keburukan dari diri kita sendiri. Orang lain hanya menjadi jalan.

sayangi-iman-anda

Sekarang masalah apa pun yang menimpa, jangan sibuk dengan orang yang menjadi jalan, melainkan sibuk dengan diri kita yang menjadi penyebabnya. Kebaikan kembali pada pembuatnya, begitu pula keburukan. Tidak ada yang merosak diri kita selain dari keburukan diri kita.

Ketika kita menghadapi kesusahan, kita tidak dapat menyelesaikan dengan kemampuan kita, melainkan dengan pertolongan Allah. Bagaimana jalan keluarnya? Adalah dengan bertaubat.

Barangsiapa yang memperbanyak istighfar, Allah akan menenangkan hatinya, Allah akan memberi jalan keluar, dan rezeki pertolongan dari yang tidak terduga.
‘maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS Nuh : 10-12)

Rezeki termahal dalam hidup ini adalah hati yang yakin, dan lahiriahnya patuh kepada Allah dengan istiqamah. Kejayaan orang adalah yakin kepada Allah, tidak ada keraguan dalam hatinya. Tidak bersedih hati. Kunci yakin adalah hati yang bersih. Makin bersih dari kemusyrikan, kemunafikan, dan cinta duniawi, hati akan langsung merasakan keyakinan, hati peka, doa mustajab, akhlak mulia, dan auranya tenang. Maka jangan ukur kejayaan seseorang dengan duniawinya, melainkan lihatlah sejauh mana keyakinannya yang merupakan kurnia Allah tidak ada tolok bandingannya.

Sekuat tenaga mengarungi hidup, disusuli dengan semangat kebersihan hati. Cari sahabat yang dapat membantu membersihkan hati. Seperti kereta yang tidak berfungsi whipernya/ pembersih kaca ketika hujan lebat, maka dia akan risau. Bukan tiada jalan, melainkan tidak dapat melihat jalan. Seperti itu pula ketika kita melihat dengan mata hati yang tertutup dosa. Oleh kerana itu, kembalilah kepada Allah, seperti kaca yang bersih, maka akan tampak semua yang ada, kerana tidak tertutup, seperti udara bagi paru-paru ini, penyelesaian sesungguhnya terhampar dekat kita.
di kutip dari :http://www.halaqah-online.com/v3/index.php?option=com_content&view=article&id=1116:rahsia-nikmatnya-hidup&catid=36:tazkiyatun-nafs&Itemid=84

Ikhwan GANTENG, Partner Sejati Akhwat?

Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.

Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71)

Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang notabene adalah partner da’wah dari akhwat.

Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.

Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri? Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.

Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!

Ikhwan GANTENG
Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.

(G) Gesit dalam da’wah
Da’wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.

(A) Atensi pada jundi
Perhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?” Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.

(N) No reason, demi menolong
Kerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk. “Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.

(T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.







Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana? Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi senewen.

(E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.

Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi akhwatnya.”

(N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk “menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.

(G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?” tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar seorang akhwat dengan kecewa.

Penutup
Fenomena ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja da’wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da’wah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berda’wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS. An-Nisa':34).

Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin. []

PS : Ayo kita budidayakan (memangnya ternak???) ikhwan GANTENG ini. Dan pada pembahasan selanjutnya, dapat dikupas tentang akhwat CANTIK. Nah, untuk ini, biarkan ikhwan yang menulis ^ _ ^

------
hudzaifah.org

Islam adalah Agama Kerja

Oleh : jamil

“.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada
Allah) (QS 34;14)

Banyak orang memberikan gambaran orang Islam yang baik dan taat, adalah
semata-mata dari berapa banyak dia melakukan shalat sunat, doa-doa,
dzikir-dzikir, dan lain-lain. Sangat jarang orang mengaitkan ketaatan beragama
misalnya dengan bagaimana dia giat bekerja, tegar berusaha, rajin di laboratorium atau berperilaku hemat. Bahkan kadang orang yang "terlalu" giat bekerja dicap sebagai orang yang jauh dari agama.

Tentu benar, ketaatan beribadah (dalam arti ritual) menjadi syarat mutlak ketaatan seseorang, namun sesungguhnya kalau kita kaji lebih dalam Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kerja, amal saleh (yang artinya perbuatan baik), atau action. Kerja adalah bagian penting dari ibadah. Islam adalah agama kerja.

Berikut, akan disampaikan sepintas ilustrasi bagaimana Islam sesungguhnya
meninggikan nilai kerja, amal nyata, atau action yang berguna bagi lingkungan
dan bagi sesama.

Kerja adalah Pesan Moral dan Tindak Lanjut dari Ibadah Ritual
Kalau kita perhatikan ibadah (ritual) dalam Islam memiliki bentuk yang sangat
khas dibanding dengan agama lain. Apa itu? Jika ibadah dalam agama lain
dilakukan dengan kondisi relatif diam, tenang, dan pasif, maka ibadah dalam
Islam sangat dinamis, dan penuh dengan gerakan-gerakan. Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang sangat sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan akhir, disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai ibadah paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat penuh dengan gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di tempat saja, maka haji gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu juga puasa, zakat, semuanya action.

Ibadah adalah penghambaan kepada Allah semata, namun semua ibadah kita harus memiliki implikasi kerja, implikasi sosial. Bahkan tata urutan ibadah selalu terkait dengan kerja. Shalat, misalnya, didasari dengan wudlu (penyucian diri), diawali dengan takbir (pengagungan kepada Allah), dan diakhiri dengan salam ke kanan dan kekiri. Salam adalah menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Pesannya sangat jelas! Kegiatan ibadah shalat berupa ibadah penyucian diri, dan mengagungkan Allah, harus dibuktikan dengan menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan kepada lingkungan. Dan itu –tidak bisa tidak- dilakukan dengan kerja, action.

Secara jelas Al-Quran menyebut pesan moral atau tujuan dari shalat berkaitan
dengan kerja. “…dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar” (QS Al-Ankabut: 45)

Begitu juga ibadah shaum (puasa) yang merupakan ibadah pengendalian nafsu dan penyucian diri, diakhiri dengan zakat fitrah, yaitu berbagi kepada sesama. Tidak berbeda dengan shalat, puasa juga harus mampu melahirkan semangat kerja. Haji diawali dengan wukuf (berdiam diri), dilanjutkan dengan tawaf, melempar jumrah, dan saí. Semuanya action.

Semua kegiatan ibadah memiliki benang merah yang sama. Kegiatan ibadah adalah merupakan penyucian jiwa, pengisian dengan sifat-sifat suci Allah, pengagungan dan berkomunikasi dengan Allah, yang harus diwujudkan dalam amal shaleh – kerja- kepada sesama.

Dinamisnya ibadah dalam Islam juga terlihat pada arsitektur masjid. Berbeda
dengan tempat ibadah agama lain yang dirancang tertutup, sepi, kadang kalau
perlu gelap, jauh dari keramaian. Masjid selalu bercirikan terang, terbuka,
banyak jendela, dan berada di dalam pusat aktivitas manusia. Bahkan dalam
sejarah Nabi, pengaturan umat selalu dilakukan di dalam masjid.

Ketinggian Kerja dalam Al-Quran dan Sunah Nabi.
Al-Quran dalam banyak sekali ayat, menyebutkan bahwa iman saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan amal shaleh, kerja, action. Tidak cukup iman saja tetapi harus dimanifestasikan dengan amal. Cukuplah, dinukilkan surat Al-Ashr untuk mewakili ayat-ayat tentang iman dan amal shaleh.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Dari ciri-ciri orang yang tidak rugi, selain keimanan semuanya berkaitan dengan kerja; amal shaleh, menasehati, menaati kebenaran, menetapi kesabaran.

Al-Quran juga memerintahkan agar kita selalu mencari karunia Allah di bumi
dengan bekerja sebagai ungkapan rasa syukur, bahkan setelah shalat pun kita
dianjurkan untuk segera bertebaran di muka bumi untuk bekerja. Sebagaimana
disebut dalam ayat-ayat berikut:

“.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada
Allah) (QS 34;14)
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya.” (QS 67: 15)
"Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."( QS 62: 10)

Dalam hadis juga banyak diungkapkan tentang orang-orang yang utama, kebanyakan berkaitan dengan kerja, tindakan, action. Berikut di antaranya hadis-hadis yang terkenal:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik perangainya/ akhlaqnya”
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”
“Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya."
“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik (berperilaku) kepada keluarganya”
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”
“Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempertahankan keluarganya selagi perbuatan itu tidak membawa kepada dosa”
“Barangsiapa yang menjadi susah pada petang hari kerana kerjanya, maka
terampunlah dosanya.” (Hadis riwayat Tabrani)

Bekerja bukan hanya dianjurkan untuk memberi manfaat kepada manusia, tetapi juga sangat dipuji jika bermanfaat bagi makhluk yang lain.
Rasulullah S.A.W. bersabda, "Seorang muslim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebahagian yang dimakan oleh burung atau manusia, atapun oleh binatang, nescaya semua itu akan menjadi sedekah baginya" (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, baik dalam Al-Quran selalu
menyebut dengan amal, kerja, kegiatan, atau action. Misalnya ciri-ciri orang
beriman dalam surat Al-Mukminun 1-11, yang menyebutkan ciri orang beriman
sebagai orang yang khusyu shalat, berzakat, meninggalkan perbuatan yang sia-sia, menjaga kehormatan (kemaluan), dan menjaga amanat. Dalam Hadis terkenal misalnya ciri orang beriman adalah berkata baik atau diam, menghormati tetangga. Kebanyakan ciri-ciri orang beriman berkaitan dengan amal nyata atau kerja.

Suatu ketika, Rasulullah mencium tangan kasar seseorang karena bekerja keras sebagai pemecah batu dan beliau memujinya bahwa tangan itu dicintai Allah. Subhanallah! …..
Kerja Keras Para Nabi dan Orang-orang Shalih
Kemudian kalau kita pelajari sejarah para Nabi AS, apalagi sejarah Nabi
Muhammad SAW, para sahabat Nabi, hingga zaman keemasan Islam semua memiliki teladan yang sama, yaitu kerja keras membangun diri dan masyarakat. Tidak ada satu pun contoh-contoh dari mereka yang hanya mementingkan ibadah ritual semata.

Sebagai contoh akan diulas singkat teladan Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Di antara para rasul yang paling banyak dikisahkan dalam Al Quran adalah Nabi Musa AS. Kalau dilihat kisahnya, berisi perjuangan luar biasa membina masyarakat Bani Israil. Mulai dari hijrah bertemu Nabi Syuaib AS, menghadapi Firaun, memimpin exodus besar-besaran Bani Israil dari Mesir ke Palestina yang memakan waktu puluhan tahun, hingga yang sangat menyita waktu adalah memberi dakwah kepada Bani Israil yang sangat “ngeyel”.

Begitu juga Nabi Muhammad SAW, beliau tidak hanya menghabiskan waktu untuk berzikir saja. Baik pada periode Makkah maupun Madinah, beliau bekerja keras mendakwahkan Islam person to person, membina mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Kalau kita pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati hari demi hari, tahun demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama para sahabat. Pada saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai hampir seluruh jazirah Arab.

Hal ini dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah, hingga dalam waktu singkat
(terutama masa Umar Al-Faruq) Islam menyebar dengan penaklukan Persia
(superpower masa itu) ke barat hingga ke Afrika berhadapan dengan Bizantium
(superpower yang lain). Kemudian sejarah berlanjut hingga penaklukan Eropa,
India, sehingga umat Islam menjadi pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sejarah yang luar biasa! Dan itu dicapai dengan kerja keras, bukan hanya ibadah ritual semata.

Secara pribadi, kita juga mendapati Rasulullah SAW dan para sahabat adalah
orang-orang yang menyukai kerja. Rasulullad SAW selain bekerja untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga. Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati!

Kerja: Gerak Universal alam semesta
Al-Quran memuat sangat banyak kejadian-kejadian alam semesta, bahkan menurut Dr Mahdi Ghulsyani (cendekiawan muslim Iran) hingga 10% dari ayat-ayat Al-Quran. Semua berpusat pada ketundukan, tasbih dan sujud jagad raya pada Tuhannya. Salah satu di antaranya, “Bertasbihlah kepada Allah semua yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS 61:1)

Kita tidak tahu bagaimana tasbih alam semesta, namun manifestasinya sangat
jelas. Manifestasi dari tasbih dan sujud alam semesta adalah aneka kerja yang
kontinu dan teratur dari alam semesta. Gerakan aneka benda langit pada orbitnya, reaksi fusi bintang-bintang yang menyebarkan energi kepada lingkungan, pengembangan alam semesta, sebagai contoh di antaranya. Semua bergerak, bekerja, dan berproses, itulah bentuk ibadah mereka yang bisa kita lihat. Di antara bentuk ibadah batu misalnya adalah dengan meluncur jatuh, sebagaimana ayat, “.. dan di antaranya (batu) ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah”(QS 2:74)

Banyak sekali ayat-ayat tentang alam semesta, dari yang besar mengenai galaksi hingga hewan-hewan kecil seperti semut, semua mengikuti perintah Allah dengan bekerja secara terus menerus. Sehingga kita bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak universal alam semesta, seirama dengan sujud alam semesta. Kahlil Gibran dalam Sang Nabi membuat puisi yang sangat indah:

Kau bekerja, supaya langkahmu seiring irama bumi
Serta perjalanan roh jagad ini
Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim,
Serta keluar dari kehidupan itu sendiri
Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya
Menuju keabadian masa

Bekerja sebagai Pengabdian kepada Allah SWT
Kalau sekedar bekerja, bukankah semua orang melakukan, umat lain melakukannya? Bahkan kaum ateis pun bekerja. Lalu apa bedanya?
Tentu ajaran bekerja para Nabi sangat berbeda. Bekerja dalam ajaran Islam
adalah manifestasi dari iman. Bekerja adalah sebagai bagian dari ibadah. Sedang bagi umat yang lain, mungkin hanya sekedar mengisi waktu, mengejar harta, dll.

Berikut secara ringkas ciri bekerja sebagai pengabdian kepada Allah SWT:
1. Motivasi kerja : pengabdian kepada atau mencari ridha Allah SWT
2. Cara kerja : sesuai/tidak bertentangan dengan syariat Islam
3. Bidang kerja : yang halal, baik/ma’ruf
4. Manfaat kerja : kebaikan, kesejahteraan, keselamatan bagi semua (rahmatan lil alamin)

Dengan bekerja sebagai motivasi ibadah, semestinya selalu memberikan yang
terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin, bukan seadanya. Itulah yang disebut sebagai “ihsan” (berbuat baik) atau “itqan”(hasil terbaik). Allah bahkan
memerintahkan kita meniru karya Allah dalam bekerja, “… maka berbuat baiklah (fa ahsin) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”(QS 28:77)

Bekerja dengan motivasi di atas semestinya juga akan melahirkan kerja keras,
tegar, jujur, dan profesional dalam kondisi apa pun. Berbeda dengan motivasi
jabatan misalnya, hanya bekerja ketika ada iming-iming atau konsekuensi jabatan, jika tidak dia akan enggan. Sedang bekerja dengan motivasi ibadah semesteinya akan bekerja dengan semangat meski imbalan langsung tidak nampak, meskipun uang sedikit, meski tidak ada yang melihat, meski tidak dipuji atasan. Karena memang motivasinya adalah pengabdian kepada Allah SWT. Sedang Dia selalu ada, selalu mengawasi, selalu mengetahui apa yang kita lakukan.

Kalau demikian, mengapa bangsa muslim kini justru identik dengan bangsa yang malas, tidak dapat dipercaya, tidak disiplin, kurang etos kerja, bahkan :
korup!? Ini kenyataan yang harus kita akui bersama, dan menjadi tugas kita
bersama untuk memperbaiki. Mulai dari diri sendiri, di sini dan sekarang!

Ternyata kini kita bekerja jauh dari semangat dan nilai-nilai Islam dan teladan
para pendahulu kita. Kita juga memandang agama dengan cara yang salah. Kita menganggap kerja dan ibadah adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Akibatnya adalah sikap mendua (split personality) dalam bekerja. Maka kini kita dapati kenyataan aneh seperti orang yang rajin beribadah (ritual) namun rajin juga menilap aset kantor, bahkan milik masyarakat, tidak jujur, atau suka main terabas.

Kita sudah shalat, namun shalat kita belum mampu membangun karakter sehingga mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita belum bisa menjadikan puasa sebagai perisai kita melawan tarikan nafsu-nafsu yang rendah. Kita belum mampu menjadikan haji sebagai total pengabdian kepada Allah SWT.

Masya Allah, kita beragama namun menjauh dari nilai-nilai agama. Kita beribadah ritual namun kita semakin menjauh dari petunjuk Allah. Kita lebih memilih topeng dalam beragama. Kita memilih kulitnya, lalu membuang isinya.

Akhirnya, marilah kita jadikan setiap ayunan langkah kita dalam bekerja sebagai zikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerakan tangan kita dalam bekerja sebagai tasbih kita kepadaNya. Kita jadikan setiap ucapan dan pikiran dalam bekerja sebagai sujud dan syukur kita kepada Rabbul Izzati.

Amien!
dikutip dari : http://soni69.tripod.com/kerja.htm

Pacaran dalam Islam

Gimana sich sebenernya pacaran itu, enak ngga' ya? Bahaya ngga' ya ? Apa bener pacaran itu harus kita lakukan kalo mo nyari pasangan hidup kita ? Apa memang bener ada pacaran yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?

Memiliki rasa cinta adalah fitrah

Ketika hati udah terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat man...... yang diinget cuma si dia, pengen selalu berdua, akan makan inget si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in love itu rela ngorbanin apa aja demi cinta, rela ngelakuin apa aja demi cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampe' akhirnya....... pacaran yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang gawat lagi, karena pengen bukti'in cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak .... dukun pun ikut bertindak.

Sebenarnya manusia secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan. Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalo ngga' terpenuhi manusia bakalan binasa. Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat de el el. Kedua, yang menuntut adanya pemenuhan aja, tapi kalo' kagak terpenuhi manusia ngga' bakalan mati, cuman bakal gelisah (ngga' tenang) sampe' terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan (gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, pengen diakui, de el el.
Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.

Pacaran dalam perspektif islam

In fact, pacaran merupakan wadah antara dua insan yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)

Seringkali sewaktu lagi pacaran banyak aktivitas laen yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi terlupakan. Sampe-sampe sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas pacaran itu dekat banget dengan zina. So....kesimpulannya PACARAN ITU HARAM HUKUMNYA, and kagak ada legitimasi Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetep aja pacaran itu haram.

Adapun resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi).

Jangan suka mojok atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat (berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya." (HR. Imam Bukhari Muslim).

Dan untuk para muslimah jangan lupa untuk menutup aurotnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur : 31).

Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).

Yang perlu di ingat bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia ngga' punya andil nentuin sama sekali, manusia cuman dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam. Tercantum dalam Al Qur'an: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)."
Wallahu A'lam bish-Showab

Oleh: Buletin Dakwah Remas RIHLAH SMU N I Sooko, edisi 6, 1421 H
Disalin dari Lembar Buletin Dakwah BINTANG (2)
Dikutip dari http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html