#featuredContent{float:left;width:407px;margin-right:10px;display:inline} #featured-slider{position:relative;overflow:hidden;width:407px;height:245px} #featured-slider .sliderPostInfo{position:absolute;bottom:2px;width:407px;min-height:30px;height:auto!important;background:url(http://4.bp.blogspot.com/-bp2HK6MdDXg/T5aB6vI5GPI/AAAAAAAAF98/gwCsmb8Fcks/s1600/transparant.png)} #featured-slider .sliderPostInfo p{color:#fff;font-size:1.1em;padding:0 5px} #featured-slider .sliderPostInfo h2{color:#FFF;font:bold 14px Tahoma;text-transform:none;padding:0 5px} #featured-slider .contentdiv{visibility:hidden;position:absolute;left:0;top:0;z-index:1} #paginate-featured-slider{display:block;background-color:#f0f0f0;margin-bottom:0;padding:0 0 5px} #paginate-featured-slider ul{width:415px;padding-bottom:0;list-style:none} #paginate-featured-slider ul li{display:inline;width:75px;float:left;margin-left:0;margin-right:8px;margin-bottom:3px} #paginate-featured-slider img{padding-top:5px;background:#f0f0f0} #paginate-featured-slider a img{border-top:4px solid #f0f0f0} #paginate-featured-slider a:hover img,#paginate-featured-slider a.selected img{border-top:4px solid #357798}

Halaman

Cari Blog Ini

Sabtu, 28 November 2009

Ujian Terberat di Dunia Cinta

Bagi sejumlah orang, ujian terberat di dunia cinta barangkali adalah dicueki kekasih. Bagi sebagian orang, ujian terberatnya mungkin dikhianati si dia. Bagi sebagian lainnya, ujian terberatnya mungkin adalah mengendalikan nafsu birahi. Ya, ujian kita berbeda-beda.

Bagiku, ujian terberatnya adalah bersikap tegas atau berkata “tidak” kepada orang yang aku sayangi atau kepada orang yang menaruh harapan kepadaku. Ingin rasanya aku memuaskan hati semua orang, tetapi seringkali aku gagal dan tak berdaya. Aku pun merasa tak tega mengetahui betapa terlukanya hati orang-orang yang aku tegasi. Terkadang aku sampai menangis dalam hati saat memikirkannya… apalagi ketika keraguan menerpa dengan sepatah tanya: inikah keputusan terbaik dalam pandangan Tuhan?

Ya Allah, kepadaMu lah aku mohon pilihan terbaik, mohon ditakdirkan yang terbaik, dan dimudahkan dalam ujian berat ini. Engkau takkan membebani kami melebihi kemampuan kami, bukan?
by M Shodiq Mustika
edited jams

Bekerja sebagai ibadah, akan menggapai sukses

Setiap insan di dunia ini pasti mempunyai cita-cita. Hanya cita-cita itu bervariasi bentuk dan cara pencapaiannya. Tapi benar kan,kalau kita pasti punya cita-cita. Jangan tutupi dengan ucapan, “ah enggak ah .Aku tidak punya cita-cita. Asal aku bisa hidup tenang, punya uang banyak yah sudah”. Ha… , itu kan bentuk cita-cita juga namanya. Hanya ungkapannya saja yang berbeda dari orang yang lain.

Nah kalau kita sudah sepakat, tentang hal tersebut di atas, mari kita lanjutkan. Karena kita punya cita-cita, tentu kita akan berusaha untuk mewujudkan cita-cita itu. Kita akan bekerja, berbuat hal-hal yang kita anggap akan dapat menggapai nya. Ada yang belajar dengan sungguh sungguh, menempuh pelajaran di sekolah pilihan yang sesuai dengan cita-cita kita. Dan setelah selesai menamatkan pendidikan, kita mulai mencoba mencari pekerjaan yang cocok. Baik dengan bekerja untuk mendapatkan gaji, atau pun bekerja secara mandiri. Bekerja wira swasta, misalkan membuka bengkel, membuka toko, membuka warung, membuka restoran, kafe, buku….(untuk apa?) Maksudnya membuka buku untuk mulai menulis, ya menulis apa sajalah. Karena memang bercita-cita ingin jadi penulis. Tapi itu dahulu, kalau sekarang ada pilihan, membuka laptop atau PC lalu membuat tulisan di sana. Ada juga yang membuka tanah untuk bertani, membuka kebun. Pokoknya bukalah pikiran Anda dan berbuatlah apa saja untuk menggapai cita citamu. Apa pun bentuknya. Karena tak akan ada cita-cita yang dapat diwujudkan tanpa berbuat apa-apa.

(Nah, lalu apa kaitannya dengan judul di atas, Jangan ngaco ah.)

(Tunggu dulu… pelan-pelan dong, nanti salah lagi aku menuliskan ini. Mengganggu sajalah kau oi)

Nah kalau kita tahu bahwa untuk menggapai cita, setinggi apa pun cita-citamu, kita mesti bekerja. Sekarang kita masuk kepada alasan dasar karena apa dan mengapa kita mesti bekerja. Satu hal seperti yang saya katakan di atas, cita-cita. Tapi itu saja belumlah cukup. Karena ternyata cita-cita kadang bisa berubah-ubah juga, dengan datangnya pertambahan usia. Kebutuhan hidup, barangkali. Karena kalau tidak bekerja, bagai mana kita memenuhi kebutuhan hidup kita ini. Ikatan kerja atau semacam kontrak kerja dengan majikan. Atau karena alasan gengsi… kalau cuma menganggur duduk-duduk di simpang jalan, malu juga sama cewek-cewek, mana ada yang mau.Cuma diriku yang tak laku-laku (pinjam istilah WALI)

Tapi dari semua alasan dasar yang memotifasi kita untuk bekerja, pernahkah kita berpikir tentang satu alasan yang paling mendasar, bahwa sebenarnya kerja itu merupakan ibadah. Salah satu bentuk perwujudan rasa terima kasih kita kepada Tuhan yang telah menjadikan kita. Karena Allah SWT telah menciptakan kita dengan anggota tubuh yang begitu lengkap dan sempurna baik bentuk maupun fungsinya . Andai tidak kita pergunakan untuk membantu sesama, orang yang lain, menjaga dan menyayangi makhluk hidup, termasuk juga kelestarian alam dan lingkungan hidup, yang juga dijadikan-Nya apalah arti semua kelengkapan itu?

Kita hanya akan menjadi parasit, benalu dan bahkan ‘perusak alam’. Kita akan jadi beban masyarakat.

( Menyambung enggak ya? Kalau saya salah beritahu saya ya, untuk lebih menyempurnakan tulisan ini…he …hehe :) )

(Oke…lah, tapi apa hubungannya dengan sukses?)

Sukses… ? Sukses itu, kan berhasil! Nah, kalau semua kerja yang kita lakukan kita landasi dengan kesadaran bahwa itu adalah ibadah. Bentuk terima kasih kita kepada Allah SWT, kita akan melaksanakannya dengan ikhlas, penuh kesadaran dan bukan hanya terpaksa. Dan biasanya sesuatu yang dikerjakan dengan ikhlas, apalagi dengan rasa sukacita, bukan sebagai tugas, kewajiban, apalagi sebagai ‘beban’, maka hasilnya akan berbeda. Kita akan lebih teliti, lebih bersemangat, dan kreatifitas pun akan muncul di saat kita mengerjakan sesuatu.

Nah kembali ke awal paragraf diatas, sukses = berhasil. Kalau hasil yang kita capai sudah demikian baik, teliti, penuh kreatifitas dan sebagainya, dsb….. bukan kah itu berarti suatu tanda keberhasilan?. SUKSES dong!? Dan kalau sudah sukses alias berhasil, rasakanlah ada suatu kebahagiaan menyelinap di sudut terdalam dari hati kita. Nanti lita bahas lagi ya, lebih mendalam. Kalau saat ini dibahas, Anda akan bosan membacanya. Sampai jumpa.

by zoels50 edited by jams

istiku yang muanizz

ISTRIKU

Saat aku pulang kerumah, istriku sedang memasak untuk makan malam, dia
terlihat bersemangat, saat melihatku dia memberikanku sebuah senyuman yang mampu menghilangkan kepenatan dari kerja dan kuliah yang mengikatku sepanjang hari ini. Begitu selesai memasak, istriku memelukku , dia bertanya, "sayang belum lapar kan ? boleh ngak ami mandi dulu sudah itu kita makan ?".

Dengan santai aku menjawab," ami makan saja dulu,abi masih kenyang nih .
. ., abi sudah makan diluar". Dari raut wajahnya aku melihat
ada kekecewaan, tanpa mengucapkan satu patah katapun, istriku menata
makanan di meja makan.

Aku tau kalau , istriku marah ! Istriku tidak seperti kebanyakan wanita
lainnya yang selalu ngomel kalau sedang marah, dia lebih memilih diam
kalau ada yang tidak sesuai dengan hatinya, tapi justru dengan sikap
diamnya itu, aku menjadi serba salah dan bingung harus berbuat apa.

Lamunanku terputus saat ku dengar istriku berkata dengan suara pelan dan
datar, "kalau saja abi memberitahukan ami lebih dulu, kalau ada rencana makan malam ditempat teman, aku tidak akan sekecewa ini, kebayang ngak betapa lelahnya aku hari ini, sepulangnya dari mengajar pergi kepasar dan langsung masak buat makan malam ? ".

Bukanlah menjadi kebiasaan istriku, selesai memasak langsung makan,biasanya mandi dulu setelah itu baru makan, tapi malam ini lain dari biasanya, masih dengan sikap diam istriku makan sendirian di meja makan tampa menyapaku dan yang lebih parah lagi dia bersikap seolah-olah aku tidak ada didekatnya. Satu sisi aku menyadari bahwa aku telah mengecewakan istriku sore ini, tapi satu sisi lagi, egoku sebagai laki-laki timbul dan aku rasa bukanlah hal yang besar dengan tidak memberitahukannya lebihdulu kalau aku sudah makan bersama teman dan akhirnya apa yang sudah disiapkan malam ini tidak aku sentuh sama sekali.

Aku tidak ingin aksi diam berlangsung lebih lama, perlahan-lahan aku
mengambil piring dan menaruh nasi dan lauk dipiringku, dengan harapan saat melihat aku makan dengan lahap, istriku akan memaafkanku.Dugaanku ternyata benar. Istriku adalah wanita yang penyabar. Kata-kata halus dan manjanya yang buat aku jatuh hati ketika pertama kali aku bertemu dengannya dulu..dia tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahuku.

istriku adalah wanita terbaik yang pernah aku kenal dan yang aku miliki,setelah ibuku tentunya..dia segala-galanya bagiku, dan yang paling penting istriku cinta dan takut kepada Allah dan RasulNya

Dan memang benar, apa yang aku takutkan menjadi kenyataan,ternyata istriku belum lupa kejadian tadi sore, dengan pelan dia mengatakan,"aBi, kalau ingin dihargai oleh pasangan,abi harus lebih dahulu menghargai pasangan abi ".

Egoku keluar dan mencoba membela diri, "ami saja yang berlebihan,abi
rasa apa yang papa lakukan sore ini bukanlah masalah besar".

Sambil tersenyum istriku memelukku dan tersenyum, walau aku tau senyumannya bermakna mengolokku, "iya deh, ami tidur duluan, ternyata egonya laki-laki tinggi juga ya ? ? ?".

Sebenarnya aku setuju dengan apa yang dia katakan, betapa tingginya egoku
sebagai laki-laki, sebagai kepala keluarga ! apa susahnya untuk minta maaf. Suatu hari istriku berkata bahwa aku termasuk suami yang langka, mau membantu istri di dapur, bahkan kalau istriku lagi melakukan pekerjaan didapur atau sedang tidak fit, tanpa ada rasa gengsi aku membantunya menyuci baju/piring ataupun pekerjaan rumah lainya.

Istriku sangat perfectionist , hal yang kecilpun menjadi perhatiannya, disinilah letak perbedaan antara aku dan dia. Aku teringat, saat kami masih ta’aruf, saat aku ulang tahun dia membawakanku hadiah dan tulisan yang bertuliskan pesan-pesan untukku. Sungguh hati ini bahagia dan nyaman sekali bila selalu disampingnya.senyumnya lepas segala keresahan hati yang gundah,yang paling aku suka dari istriku adalah suaranya yang merdu ketika melantunkan AlQur’an dan nasheed kesukaanku.



Aku sering mendengar cerita atau tak jarang melihat sendiri, para lelaki [suami] terlalu angkuh dengan posisinya sebagai kepala keluarga dan berharap si istri yang mengalah dan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju harus mengerti apa yang menjadi kemauan si suami.semoga aku tidak seperti lelaki yang demikian .smoga allah selalu memberikan hidayahNya untukku dan pembaca yang budiman jua..Aamiin.

Bukankah Allah memberikan pendamping bukan untuk di perintah-perintah,
untuk disuruh-suruh atau untuk dilukai seenak perut ! tapi di sediakan
untuk menjadi pendamping, rekanan dan penopang dalam membina mahligai rumah tangga agar menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah?

Sambil memandang wajah istriku yang sedang tertidur pulas disampingku,
"ami, abi janji tidak akan melukai hati ami lagi ", janjiku dalam
hati…